Tuesday, July 10, 2018

PERANCANGAN DAN SIMULASI RANGKAIAN PADA SOFTWARE ADVANCED DESIGN SYSTEM (ADS) 2014

Logo ADS2014 dari Agilent Technologies

   Advanced Design System (ADS) 2014 merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk pemodelan dan simulasi rangkaian elektronika. Kelebihan ADS2014 yaitu dapat merancang dan simulasi rangkaian frekuensi tinggi. Bahasan kali ini menjelaskan mengenai perancangan rangkaian pada software ADS2014.


  1. Desain Rangkaian Menggunakan Software ADS2014
    Advance Design System (ADS) 2014 adalah software pemodelan rangkaian, khususnya rangkaian untuk aplikasi pada frekuensi tinggi (misalnya rangkaian RF) yang dibuat oleh perusahaan bernama Agilent Technologies dan banyak digunakan oleh RF circuit designer karena memiliki beraneka ragam model komponen, mode simulasi, dan mode analisa rangkaian. Gambar  berikut menunjukkan main window yang merupakan tampilan utama ADS 2014.


main window ADS 2014
       Untuk membuat suatu desain rangkaian dilakukan pada jendela schematic layout yang tampilan awalnya ditunjukkan pada gambar. Menu Lumped Components digunakan untuk memilih komponen yang akan digunakan, misalnya komponen resistor R, induktor L, kapasitor C, kombinasi antara ketiganya, dan ideal transformers. Untuk menghubungkan komponen menjadi sebuah rangkaian, digunakan icon wire dan icon ground.


Tampilan schematic layout pada ADS2014

2. Simulasi Parameter-S Rangkaian Menggunakan Software ADS2014


Rangkaian yang sudah dirancang, dianalis dengan fitur mode simulasi S-Parameter seperti pada gambar. Mode simulasi S-parameter dapat dipilih di daftar menu pada kiri atas layar computer.  Pada mode ini dilakukan analisa small signal AC sinusoidal dimana semua model komponen ada pada mode linear.

Pilihan Menu Simulasi S-parameter ADS2014


     Karena simulasi S-parameters dilakukan dengan menormalisasi impedansi terminal rangkaian, komponen terminasi (icon Term) harus dipasang di terminal masukan dan keluaran rangkaian. Sebagai contoh pada perancangan rangkaian pendeteksi PD (pi Atenuator) ini. Terminasi impedansi diatur pada nilai 50 Ω karena kita menggunakan nilai 50 Ω sebagai nilai acuan impedansi ideal. Pada mode simulasi S-parameters, tidak dipasang generator pada terminal masukan rangkaian karena fungsi generator sudah digantikan oleh Icon Term ini.


Rangkaian skematik pi atenuator pada ADS 2014
Hasil simulasi ditampilkan dalam bentuk grafik pada jendela Plot Layout. Pemilihan bentuk grafik dan parameter yang akan ditampilkan pada grafik tersebut ditunjukkan pada gambar plot layout. Selain dalam bentuk grafik, hasil simulasi juga dapat disimpan dalam bentuk file .csv.

Tampilan Plot Layout Hasil Simulasi S-Parameter




*** Thank You ***






Tuesday, November 18, 2014

Schmitt Trigger dengan Transistor BC 547

I. Pendahuluan
    Misalkan suatu alat elektronika akan bekerja (hidup) jika sinyal masukan lebih besar dari x volt dan akan mati bila sinyal masukan lebih kecil dari x volt. Akan tetapi, dalam praktek, suatu sinyal listrik selalu berubah-ubah (naik turun), meskipun kecil, yang disebabkan oleh pengaruh luar. Bila sinyal yang demikian adalah sinyal masukan dengan besar x volt untuk alat tersebut di atas, alat tersebut akan hidup-mati terus menerus (berosilasi). Untuk pencegahan, sinyal tersebut dimasukkan lebih dahulu ke rangkaian pemicu Schmitt, baru kemudian dimasukkan ke alat tersebut. Cara ini akan lebih jelas setelah dilakukan percobaan.

II. Langkah Kerja
1. Sifat Masukan dan Keluaran Pemicu Schmitt
a. Siapkan papan plug-in/projectboard, catu-daya tegangan utama, dua buah penghambat 4k7Ω, 5 buah penghambat dengan nilai masing-masing 100Ω, 390Ω, 1k5Ω, 2k2Ω, 3k3Ω, potensiometer 1kΩ, dua buah transistor BC 547, dan multimeter digital.
b. Dengan keadaan catu-daya tegangan utama mati, susunlah rangkaian seperti Gambar 4.1!
Gambar 4.1
c. Atur potensiometer agar nilai VA = 0V. Kemudian naikkan tegangannya sedikit demi sedikit dengan memutar potensiometer sampai mencapai 5V. Catat hasilnya pada Tabel 4.1
Tabel 4.1

2. Kurva Histerisis
a. Siapkan osiloskop.
b. Gunakan rangkaian yang sama dengan Gambar 4.1.
c. Matikan catu-daya tegangan utama.
d. Putuskan titik A pada potensiometer.
e. Hubungkan titik A rangkaian pemicu Schmitt ke generator sinyal dan ke osiloskop Ch. 1.
f. Atur generator sinyal agar menghasilkan sinyal gelombang segitiga dengan puncak 5V dan offset 2.5V. Frekuensi 100Hz.
g. Hubungkan Ch. 2 osiloskop ke keluaran Schmitt trigger.
h. Atur osiloskop sedemikian hingga Ch. 1 menjadi sumbu X dan Ch. 2 menjadi sumbu Y. Pembacaan Ch. 1 pada 0. 5 V/DIV dan Ch. 2 pada 1 V/DIV. Basis waktu (Time base) 0.5 ms/DIV
i. Hidupkan generator sinyal dan catu-daya tegangan utama.
j. Amati tampilan osiloskop dan sket hasilnya. Kurva tersebut adalah kurva histerisis. Lebar garis vertikal tersebut adalah lebar histerisis.

III. Kesimpulan
1. Suatu rangkaian pemicu Schmitt memiliki lebar histerisis pada daerah histerisisnya.
2. Bila suatu sinyal masukan berubah-ubah tidak melebihi besar lebar histerisis pada daerah histerisis, sinyal itu tidak akan mengubah nilai tegangan keluarannya.
3. Pemicu Schmitt dapat dikatakan sebagai rangkaian peredam noise yang besarnya tidak melebihi lebar histerisis.

Hambatan Paralel dan Pembagi Arus

I. Tujuan
Setelah melakukan percobaan, diharapkan Anda dapat:
1. Merancang rangkaian ekivalen dari hambatan paralel
2. Menggunakan sifat pembagi arus
3. Menggunakan hukum kirchhoff


II. Pendahuluan
     Rangkaian hambatan paralel memiliki persamaan sifat dengan rangkaian hambatan seri. Hanya besarannya saja yang berubah, yaitu seluruh pemikiran mengenai arus berubah menjadi tegangan dan seluruh pemikiran mengenai tegangan berubah menjadi arus serta seluruh pemikiran mengenai hambatan berubah menjadi kebalikan dari hambatan tersebut yang biasanya disebut admitansi.

III. Langkah Kerja
1. Siapkan papan plug-in/projectboard, catu-daya tegangan utama, saklar, dua buah hambatan dengan nilai masing-masing 47Ω dan 100Ω, dan multimeter digital.
2. Dengan keadaan saklar putus, buatlah rangkaian seperti pada Gambar 3.1
Gambar 3.1
3. Ukur arus I1, I2, dan I3, juga tegangan V, serta hambatan R1 dan R2. Catat hasilnya pada Tabel 3.1

Tabel 3.1
4. Dengan keadaan saklar terputus, cabutlah catu-daya tegangan dan saklar. Kemudian ukurlah dengan multimeter hambatan yang terpasang secara paralel tersebut, nyatakan hasil pembacaan tersebut sebagai Req, kemudian isikan pada Tabel 3.1!
5. Terlihat pada Tabel 3.1 bahwa nilai I1 merupakan penjumlahan nilai arus yang lainnya ( I1= I2+ I3). Gejala ini dapat diterangkan oleh Hukum Kirchhoff Arus, yang berbunyi: "Besar arus suatu cabang yang terhubung dan keluar pada suatu node merupakan jumlah arus yang mengalir pada cabang-cabang yang lain yang terhubung dan masuk pada node tersebut".
6. Terlihat juga pada tabel tersebut bahwa I1: I2: I3=(1/ R1+1/ R2):(1/ R1):(1/ R2).Hubungan ini disebut pembagi arus.
7. Terlihat bahwa suatu penghambat paralel dapat diganti oleh penghambat Req yang besarnya ekuivalen sama dengan kebalikan jumlah masing-masing kebalikan resistor (1/Req=1/R1+1/R2).

VI. Kesimpulan
1. Sesuai dengan Hukum Kirchhoff, jumlah seluruh arus yang masuk pada suatu node sama dengan nol.
2. Beberapa hambatan yang terhubung paralel memiliki nilai hambatan total yang sama dengan kebalikan jumlah masing-masing kebalikan hambatan tersebut. Hubungan yang demikian akan membentuk pembagi arus.

Buku referensi:
1. Hayt, W.H.Jr, Kemmerly, J.E, "Rangkaian Listrik", Erlangga, Jakarta, 1991.

Monday, November 17, 2014

Hambatan Seri dan Pembagi Tegangan

I. Tujuan
a. Menyederhanakan rangkaian hambatan yang dipasang seri
b. Menggunakan hukum pembagi tegangan
c. menggunakan hukum kirchhoff

II. Pendahuluan
   Suatu rangkaian elektronika biasanya mengandung node (simpul) dan loop (simpal). Hubungan dasar elemen-elemennya dapat berupa hubungan seri atau paralel. Node adalah suatu (titik) persekutuan antara ujung elemen-elemen rangkaian elektronika. Loop adalah gabungan elemen-elemen rangkaian elektronika yang membentuk suatu hubungan tertutup. Hubungan seri adalah hubungan antara dua buah elemen rangkaian elektronika yang memiliki satu simpul sekutu. Hubungan paralel adalah hubungan beberapa elemen rangkaian elektronika memiliki node sekutu pada setiap ujungnya. Contohnya seperti Gambar 1.1 di bawah ini.
gambar 1.1
      Elemen E4 dan E5 memiliki hubungan paralel dan elemen E6 dan E7 memiliki hubungan seri. Pada percobaan ini pula akan diperkenalkan suatu hukum dasar lain, yaitu hukum Kirchhoff.

III. Langkah Kerja
1. Siapkan papan plug-in/projectboard, catu-daya tegangan utama, saklar, dua buah Resistor dengan nilai masing-masing 47Ω dan 100Ω, lampu 6V, dan multimeter digital.
2. Buatlah rangkaian seperti gambar 1.2 dibawah ini.
gambar 1.2

3. Hidupkan saklar! Dengan multimeter ukurlah arus I1, I2, dan I3, serta V1, V2, dan V3, juga R1 dan R2. Catat hasilnya pada tabel 1.1!
Tabel 1.1

4. Dengan keadaan saklar terputus, cabutlah catu-daya tegangan dan saklar.
5. Kemudian ukurlah dengan multimeter hambatan yang terpasang secara seri tersebut. Sebut hasil pembacaan ini Req. Kemudian isikan hasilnya pada Tabel 1.2!

Tabel 1.2

6. Dari Tabel 1.1 terlihat hubungan bahwa pada rangkaian di setiap titik memiliki nilai arus yang sama.
7. Dari Tabel 5.2 terlihat bahwa tegangan sumber merupakan penjumlahan masing-masing tegangan
 (V1 = V2 + V3). Hal ini dinyatakan oleh Hukum Kirchhoff Tegangan, yang berbunyi: "Tegangan pada sumber terdistribusi pada rangkaian tertutup (loop)". Tegangan V2 disebut tegangan jepit, karena diukur dari kedua ujung elemen rangkaian listrik (hambatan), bukan terhadap titik referensi. Dalam hal ini kutub negatif sumber tegangan dapat dianggap sebagai titik referensi.
8. Dari Tabel 5.2 terlihat bahwa hambatan dan nilai tegangan yang terjadi memenuhi hubungan:
V1:V2:V3=(R1+R2):R1:R2. Hubungan ini disebut pembagi tegangan.
9. Terlihat bahwa suatu resistor seri dapat diganti oleh resistor yang besarnya ekuivalen (Req) yang besarnya adalah jumlah masing-masing resistor (Req=R1+R2).

IV. Kesimpulan
1. Arus pada setiap titik dalam suatu loop (simpal) tunggal selalu sama.
2. Sesuai dengan Hukum Kirchoff Tegangan, maka jumlah keseluruhan tegangan dalam suatu loop tertutup selalu sama dengan nol.
3. Tegangan jepit adalah tegangan antara kedua kutub suatu elemen, jadi bukan terhadap titik acuan yang biasanya ditentukan pada suatu rangkaian secara subyektif, misalnya pada kutub negatif suatu sumber tegangan.
4. Beberapa hambatan yang terhubung seri memiliki nilai hambatan total yang sama dengan jumlah keseluruhan dari masing-masing hambatan tersebut. Hubungan yang demikian akan membentuk suatu pembagi tegangan.

Buku referensi :
Hayt, W.H.Jr, Kemmerly, J.E, "Rangkaian Listrik", Erlangga, Jakarta, 1991.





Hukum Ohm

I. Pendahuluan

Elektronika merupakan suatu disiplin ilmu yang memiliki hukum-hukum tersendiri. Karena itu hukum-hukum itu harus difahami agar gejala-gejala listrik yang terjadi dapat dianalisis. Salah satu hukum yang paling mendasar ialah hukum Ohm, yang menjadi topik percobaan kali ini.

II. Langkah Kerja

1. Siapkan papan plug-in/project board, catu daya tegangan utama, hambatan 100Ω, saklar, dan multimeter digital.
2. Buat rangkaian seperti gambar 1.1
gambar 1.1
3. Hidupkan saklar. Dengan meter ukurlah arus I dan tegangan E, dan ukurlah hambatan R dengan multimeter. Kemudian isi dan lengkapi Tabel
4. Daya yang didisipasikan oleh hambatan berupa kalor nilainya sesuai dengan rumus :
    P = E.I = I2.R = E2/R.
5. Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai E = IR. Hubungan ini disebut rumus hukum Ohm.

III. Kesimpulan

1. Hubungan antara arus, tegangan, dan hambatan dijelaskan oleh Hukum Ohm yang berbunyi "Tegangan yang terdapat pada suatu elemen rangkaian elektronika adalah merupakan perkalian arus yang melaluinya dan hambatan antara kedua ujungnya".
2. Dengan menggunakan hukum Ohm nilai hambatan suatu elemen elektronika dapat diketahui, bila tegangan antara kedua ujung hambatan itu (tegangan jepit) pada elemen tersebut dan arus yang melaluinya diketahui.

Buku referensi :
Hayt, W.H.Jr, Kemmerly, J.E, "Rangkaian Listrik", Erlangga, Jakarta, 1991.









Teknik Pengukuran DC


Tujuan

1. Membaca skala dan cara menggunakan alat ukur (Basicmeter)
2. Memahami sifat arus dan tegangan listrik

II. Pendahuluan

          Dalam perancangan sistem elektronika diperlukan pengertian hal-hal yang berhubungan dengan pengukuran dan juga tentang tegangan dan arus listrik. Untuk melakukan pengukuran yang benar diperlukan pengetahuan dan keterampilan pembacaan meter yang digunakan secara baik. Selain itu juga diperlukan pengetahuan mengenai sifat-sifat alat ukur yang digunakan dalam pengukuran, sehingga kesalahan pengukuran dan kerusakan alat ukur yang dipergunakan dapat dihindari. Untuk mengukur arus yang melalui suatu beban digunakan amperemeter yang dihubungkan secara seri, sedangkan untuk mengukur tegangan pada kedua ujung beban digunakan voltmeter yang dihubungkan secara paralel dengan beban tersebut. Bidang elektronika juga erat kaitannya dengan besaran arus dan tegangan listrik, sehingga seharusnya kedua besaran tersebut dikuasai secara baik, sehingga benar pada penerapannya.

III. Langkah Kerja

1. Pembacaan Alat Ukur
a. Siapkan meter dasar dan catu-daya tegangan variabel.
b. Buatlah rangkaian listrik (di project board atau papan plug in) seperti gambar 1.1
gambar 1.1
c. Perhatikan yang terjadi pada lampu dan pembacaan amperemeter ketika jumper belum dan sudah dipasang.
d. Ganti jumper (salah satu penghubung U) dengan menggunakan saklar SPST.
e. Apa yang terjadi dengan lampu sebelum dan sesudah saklar dihidupkan? Hasilnya sama dengan menggunakan jumper (penghubung). Hal ini memperlihatkan bahwa saklar berfungsi sama dengan jumper, tetapi dengan menggunakan saklar menghidupkan dan mematikan lampu menjadi lebih mudah.
f. Dalam keadaan saklar tertutup, catat nilai pembacaan arus pada amperemeter dan polaritas kutub-kutub sumber tegangannya.
g. Tukarkan polaritas sumber tegangan.
h. Catat kembali nilai pembacaan arus pada amperemeter dan polaritas kutub-kutub sumber tegangannya
i. Pada percobaan ini diperlihatkan bahwa arah arus berubah bila polaritas sumber tegangan berubah.

Jika Anda menggunakan meter dasar yang berskala ganda, seperti terlihat pada Gambar 1.2 di bawah ini.
gambar 1.2
Skala yang satu (di atas) memiliki rentangan –10 – 0 – 100, sedangkan yang lain (di bawah) memiliki rentangan –5 – 0 – 50. Cara membaca skala ini bergantung pada rentang ukur yang diberlakukan untuk meter dasar itu. Sebagai contoh, jika meter dasar dipasang (distel) untuk mengukur arus dengan rentang ukur 0 – 100mA, skala atas yang digunakan. Bila jarum penunjukkan berkedudukan seperti pada Gambar 1.2, meter menunjukkan arus sebesar 28mA. Akan tetapi jika meter dasar distel untuk rentang ukur 0 – 50mA, skala bawah yang digunakan. Dalam hal ini meter menunjukkan arus sebesar 14mA.

IV. Kesimpulan

1. Pada waktu menggunakan alat ukur listrik (meter listrik), rentangan meter yang digunakan harus diperhatikan. Harus diupayakan agar batas ukur rentangan itu tidak dilampaui oleh besaran listrik yang diukur, agar tidak menyebabkan kerusakan pada meter.
2. Pembacaan meter dilakukan dengan jalan membagi jarak antara nilai utama pada skala dengan jumlah skala terkecil yang ditunjukkan, kemudian dengan melihat jarum dapat diketahui besarnya nilai pengukuran.
3. Arus mengalir pada sumber tegangan dari polaritas negatif ke positif, sedangkan pada beban dari polaritas positif ke negatif.
4. Untuk mengukur tegangan pada suatu beban, voltmeter dirangkai secara paralel dengan beban tersebut. sedangkan amperemeter dirangkai secara seri dengan elemen-elemen yang ada pada rangkaian.

Terima kasih, semoga bermanfaat.









PERANCANGAN DAN SIMULASI RANGKAIAN PADA SOFTWARE ADVANCED DESIGN SYSTEM (ADS) 2014

Logo ADS2014 dari Agilent Technologies    Advanced Design System  (ADS) 2014 merupakan perangkat lunak  yang digunakan untuk pemode...